Pendidikan tinggi merupakan salah satu penentu kemajuan bangsa. Semakin banyak lulusan perguruan tinggi yang kompeten, maka percepatan pembangunan di suatu negara dapat terwujud dengan mudah. Lantas bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia saat ini?
Dalam konferensi pers itu dihadiri oleh Peneliti Paradigma Riset Institute, H.R Prasetyo Sunaryo, Hasim Nasution (kiri) dan Rioberto Sidauruk (kanan). Prasetyo mengatakan, cara termudah melihat fakta pendidikan tinggi di Tanah Air adalah membandingkan keadaan kampus dalam negeri dengan kampus luar negeri. Tak usah jauh-jauh, negara pembanding termudah adalah Australia Singapura dan Malaysia.
“Secara langsung bisa dilihat bahwa jumlah anak-anak di Singapura dan Malaysia yang duduk di bangku kuliah lebih banyak. Belum lagi jika melihat Australia. Anak yang lahir di sana sudah pasti kuliah, bahkan negara mampu membiayai anak yang berminat untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Walaupun tanggungan biaya dapat dicicil setelah mereka selesai kuliah ,” ujarnya ditemui oleh media di Kantor DPP LDII, Jakarta (1/8).
Tingginya jumlah penduduk yang mengenyam perkuliahan, ucap Prasetyo, disebabkan karena akses pendidikan tinggi sangat luas. Berbeda dengan kondisi di Indonesia yang aksesnya masih terbatas. Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2015 baru menyentuh 31 persen. Kendati demikian, pemerintah sendiri sudah cukup terbuka dengan fakta tersebut.
“Dengan adanya universitas swasta, tentunya pemerintah merasa terbantu. Karena jika semua diserahkan kepada pemerintah dan kampus negeri saja, maka akan semakin banyak yang tidak kuliah,” sebutnya.
Masalah kedua, lanjut dia, yakni terkait Angka komitmen terhadap kegiatan Research & Development (R&D/Litbang). Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia itu, rata-rata negara maju mengeluarkan dana R&D minimal sebesar 1% dari Gross Domestic Product (GDP).
“Tidak ada negara maju tanpa kemampuan inovasi dalam segala bidang terutama teknologi. Agar inovasi itu terwujud, maka negara harus memulai meningkatkan aktivitas R&D/Litbang baik pemerintah maupun swasta,”ujar dia.
Pada tahun 2016, rasio alokasi Litbang terhadap GDP Indonesia telah mencapai 0,2%. Rasio tersebut masih relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara yang lain.
Prasetyo mengatakan bila negara Indonesia ingin meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka supaya mencermati persaingan APK Perguruan Tinggi. Yang mulanya 31% agar ditingkatkan menjadi 50%.
“Dan juga menaikkan dana R&D/Litbang baik pemerintah maupun swasta agar dapat mencapai minimal 1% dari GDP atau sekitar sembilan milyar USD (setara dengan 120 Triliun Rupiah),”tambah Prasetyo. (Lines)
sumber: ldii.or.id