Orang Saleh Terlihat dari Keluarga yang Rukun

Jakarta (14/3). Nilai kesempurnaan iman seseorang itu bisa dinilai dari keluarganya. Demikian KH Munahar Muchtar mengatakan saat pembukaan daring pengajian akbar yang digelar DPW LDII DKI Jakarta hari ini (14/3) bertemakan “Cita dan Cinta 10 Tahun Rumah Tangga”.

Ketua Umum MUI DKI Jakarta itu juga menegaskan bahwa menata keluarga itu tidak mudah, terkadang suami atau istri bisa mendapat godaan seperti peristiwa yang dialami Nabi Adam yang digoda iblis untuk memakan buah yang dilarang, sehingga dikeluarkan dari surga.

KH Munahar menjelaskan, “Titik awal perjuangan berhasil itu bukan orang lain, tapi dari keluarga.” Mengutip dalil yang mengatakan ‘jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’ yang ia artikan jika berhasil dalam keluarga, maka orang itu juga berhasil. Dengan pedoman Alquran dan Hadis, suami agar selalu menyadari hak dan kewajiban sebagai suami. Sedangkan istri juga perlu menyadari hak dan kewajibannya juga sebagai istri. 

“Walaupun sederhana, tapi kalau rumah tangganya bahagia, maka itu bagian surga dunia. Baiti jannati,” katanya. Ia juga berpesan dihadapan 1.000 peserta daring agar hidup dengan menata kebahagiaan rumah tangga yang baik, saling menyadari hak dan kewajiban masing-masing, saling menghargai maka kebahagiaan akan tercapai.

Ketua Umum MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtar

Senada dengan KH Munahar, narasumber KH Aceng Karimullah lebih detail menyampaikan bahwa dalam rumah tangga bila inisiatif tidak dilakukan, akan timbul konflik. Seringkali hal sepele tapi jadi masalah besar, karena beberapa hal tidak berani diungkapkan. Jika tidak dijembatani, menjadi konflik di usia muda pernikahan 0-10 tahun.

Ia mengawali dengan penjelasan ilustrasi struktur otak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Mengutip Mark Gungor, ia mengatakan bahwa otak pria diibaratkan seperti beberapa kotak yang punya masing-masing masalah. Ketika pria mendiskusikan masalah, akan membahas kotak itu saja tidak menyenggol kotak yang lain. Lain halnya dengan otak wanita, tidak disatukan tapi menghubungkan satu masalah dengan masalah yang lain. Seakan-akan anggapan kaum pria, wanita segala masalah diurus. Maksudnya dari hal ini, KH Aceng mengatakan bukan untuk saling menyalahkan antara laki-laki dan perempuan, tapi saling memaklumi. 

Para pemuda laki-laki atau perempuan perlu membekali diri dalam keimanan dan akhlak. Laki-laki sebagai suami perlu meluruskan akidah sendiri, baru meluruskan akidah istri. Kualitas keimanan seseorang ditentukan dalam akhlak sehari-hari. Orang terbaik bagi keluarganya adalah yang terbaik memperlakukan istrinya dan keluarganya.

Dinamika tahun pertama pernikahan bisa jadi mengeluarkan sifat atau karakter asli dari tiap pasangan. Usaha untuk menengahi konflik, sabar, usaha, mediasi. Sabar diungkapkan KH. Aceng dalam azzawajir aniq tarofa kaba’ir yakni memaklumi dan memaafkan.

Pertikaian suami istri biasanya disebabkan karena komunikasi yang tidak berjalan. Suami punya hak atas istri, dan istri punya hak atas suami. Tidak bisa juga sekadar menuntut hak, tapi juga menjalankan kewajibannya. 

Kyai Aceng mencontohkan saat Nabi dalam kondisi harus menenangkan para sahabat yang terpaksa pulang ke Madinah karena tidak bisa ibadah umroh. Nabi meminta saran dari Ummi Salamah istrinya agar para sahabat mau menjalankan perintah Nabi. Saat itu Ummi Salamah mengajukan satu usulan, agar Nabi langsung memberi contoh kepada para sahabat untuk menyembelih dan cukur sebagai interpretasi setelah melakukan umroh. Dari cerita itu, Nabi seharusnya dibimbing oleh wahyu, tapi pada saat keadaan itu istrinya memberi masukan, Nabi tetap menerima dan menjalankan. Rasulullah tetap rendah hati untuk mendengarkan dari istrinya. Terkait hal itu, para wanita hendaknya juga memiliki sifat yang baik kepada para laki-laki terutama suaminya.

Kyai Aceng menerangkan ada 4 golongan wanita penghuni surga dan 4 wanita penghuni neraka. Yakni imro’atan afifah (wanita yang terjaga) tidak berbuat dosa, pelanggaran, takut untuk melanggar, taat kepada Allah dan suaminya. Lalu wanita yang subur peranakan serta sabar dan selalu syukur bersama suaminya. Sabar dan bersikap qoni’ah.

Yang ketiga, wanita yang memiliki rasa malu, jika suaminya pergi, dia menjaga kehormatan dirinya dan menjaga harta suaminya. Yang keempat wanita yang ditinggal mati suaminya sementara dia punya beberapa anak yang masih kecil-kecil. Wanita itu menahan diri untuk tidak menikah lagi demi mendidik dan menjaga anak-anaknya. Pengorbanan seperti itu bukan sia-sia tapi pengorbanan calon penghuni surga.

Ada pun 4 golongan perempuan penghuni neraka; wanita yang jelek ucapannya, tidak menjaga kehormatan dirinya, lalu wanita yang membebani suami hal yang di luar kemampuan suami. Yang ketiga, wanita yang tidak menutup aurat dari yang bukan mahram, lalu keempat adalah wanita yang tidak punya program kegiatan selain makan, minum, dan tidur. Tidak ada semangat untuk ibadah, tidak patuh kepada Allah dan Rasul, dan pada suami.

Ketahanan Keluarga

Mengawali membangun keluarga tentunya dengan menikah. Barang siapa yang sudah mampu untuk menikah, maka menikahlah. Lebih lanjut Kyai Aceng menjelaskan, perlu semangat kerja tinggi juga untuk membentuk kemandirian, misalnya dengan mengembangkan ekonomi kreatif.

Ketahanan menghadapi goncangan keluarga adalah sabar, seperti Nabi Ayub dan Asiyah istri firaun. Selain itu ketahanan menghadapi dekadensi moral, yang dalam Quran surat Al Isra dijelaskan jangan sampai mendekati perbuatan zina. Oleh karena itu, “Menjaga keromantisan, ekonomi, akhlak juga perlu diperkuat,” kata Aceng.

Agar terhindar dari KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Rasulullah mengatakan jika ada suami yang melakukan KDRT pada istri-istrinya sampai mengadu kepada nabi, dan nabi mengatakan mereka bukan suami yang baik. Dalam Ayat 34 Annisa diterangkan wanita yang dikhawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah dulu, dan pisahilah mereka dari tempat tidurnya, dan pukul lah mereka jika masih bermasalah. Jika setelah itu taat, maka jangan mencari kesalahan istri itu.

Pengajian akbar se-DKI Jakarta ini sedianya akan di buat berlanjut. Setelah Tahap 0-10 tahun pernikahan; Cita dan Cinta 10 Tahun Rumah Tangga, selanjutnya melibatkan pasangan dengan usia pernikahan 10-20 tahun (bertema sebagai teman anak-anak). Ajang ini dipungkasi dengan tahap; Menikmati Masa Tua (Empty nest syndrome). Bagaimana pasutri menikmari masa tua dengan kondisi rumah yang kembali sepi setelah anak-anak menjadi dewasa dan berumah tangga serta memiliki kehidupan sendiri-sendiri. Ada rasa kekosongan, bagaimana kita menyikapinya.

Selain dari Zoom, peserta mengikuti acara live di youtube dan website live.ldiijakarta.or.id. Tercatat peserta yang mengakses kegiatan pengajian akbar dari laman web DPW LDII Jakarta sebanyak 4.616 viewer. Sementara dari live Youtube 1.616 views. (KIM DKI Jakarta)

Related posts

Leave a Comment