Jakarta (21/2). Secara nasional, indeks literasi digital Indonesia 2022 mendapatkan skor 3,54 dari skala 1-5 atau pada level “sedang”. Indeks tersebut naik 0,05 poin dibanding 2021 yang berada di level 3,49. Hal itu menunjukkan kemampuan masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi digital secara umum, terbukti meningkat sejak awal pandemi sampai sekarang.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk terus meningkatkan indeks literasi digital Indonesia. “Literasi digital tidak bisa dikerjakan hanya dengan satu kelompok atau golongan saja, dibutuhkan kerja sama,” ujarnya saat menerima kunjungan DPP LDII, Senin (20/2).
Menurutnya, Ormas Islam juga bisa mengambil peran untuk meningkatkan literasi. Para pemuka agama dan pengikutnya bisa menjadi duta literasi untuk menyebarkan berita positif. “Kalau bicara tentang ormas keagamaan, pasti ada pengikutnya, dengan itu bisa dimulai dengan pengikut-pengikutnya untuk menjadi duta-duta literasi untuk menyebarkan berita-berita positif untuk bagaimana meliterasi agar siap menghadapi era baru,” tambahnya.
Ia menambahkan, banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa ruang digital dan ruang fisik merupakan satu kesatuan, “Ini masih banyak masyarakat yang belum tahu untuk bagaimana berinteraksi di ruang digital. Jika di ruang fisik, tentu sudah belajar banyak, inilah yang ingin kami tekankan. Supaya masyarakat punya kesadaran, pengetahuan baru, dan keahlian baru untuk memasuki era baru,” ungkapnya.
Menurut Semuel, indeks literasi digital dapat diukur melalui empat pilar indikator besar, yakni kecakapan digital, keamanan digital, kultur dan etika digital. Dengan kecakapan digital, masyarakat mengetahui dasar-dasar kecakapan yang harus dimiliki dalam ruang digital. “Kedua, tentu bicara masalah keamanan. Jika beraktivitas di ruang digital harus ada keamanannya seperti halnya aktivitas di ruang fisik,” tambahnya.
Selanjutnya, kata Semuel, bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan ribuan tahun membangun kultur. Saat ini, tantangannya ialah membawa kultur nilai dan norma yang sudah dibangun di ruang fisik kedalam ruang digital.
“Jika di ruang fisik bertemu dengan seseorang yang lebih tua saja selalu menghormati dan tutur katanya baik, mengapa tiba-tiba masuk ke ruang digital menjadi orang yang berbeda. Ini jangan sampai terjadi, karena kita orang yang berbudaya dan bermartabat,” paparnya.
Yang terakhir, sambungnya, etika juga harus dibangun. Karena etika sangat penting baik di ruang fisik maupun ruang digital. “Dengan pilar-pilar ini kami berharap dapat meningkatkan literasi masyarakat agar lebih siap dalam menghadapi era transformasi dan mereka juga menjadi bagian bukan lagi penonton,” tutupnya.
Menanggapi hal itu, Koordinator Bidang Teknologi, Informasi, Aplikasi dan Telematika (TIAT) DPP LDII Lukman Abdul Fatah mengatakan, LDII sebagai ormas keagamaan menyadari bahwa dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan literasi digital masyarakat, khususnya warga LDII.
“Kami akan bekerja sama dengan Kominfo karena kami akan membangun rumah virtual yang aman untuk warga. Agar hujan informasi yang begitu deras itu bisa terkontrol. Masyarakat bisa selamat dalam bersosial media dan tidak terjebak dengan berita palsu,” ujarnya.
Menurutnya, teknologi informasi dapat menjadi penunjang (ormas dalam memberikan informasi dengan cepat dan tepat. Menurutnya, penyebaran informasi pada era digital berjalan sangat cepat. “Teknologi digital itu sendiri pun menjadi bagian daripada penyebaran informasi itu sendiri,” ujarnya.
“Bagaimana ormas menyikapi hal tersebut, kalau menggunakan istilah atau terminologi dari transformasi digital, maka transformasi digital itu adalah suatu perubahan yang harus dilakukan secara positif,” ujarnya.
Ia menambahkan, ormas berperan menggerakan anggotanya untuk mengelola teknologi digital secara baik, dan ikut menyebarkan informasi-informasi yang positif. “Ormas harus mengedukasi bagaimana anggota-anggotanya melakukan pengelolaan teknologi digital secara positif dan secara baik,” tambahnya.
Di tengah maraknya ujaran kebencian dan berita bohong yang tersebar liar di media sosial, ia mengimbau agar warga LDII tidak terprovokasi dan membalasnya dengan hal-hal yang positif.
“Menjelang tahun politik 2024, masyarakat khususnya warga LDII bisa selamat dari berita-berita hoax sehingga mereka sadar bahwa yang mereka baca itu belum tentu benar dan perlu ada cek dan ricek,” ujar Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Minhaajurosyidin (STAIMI) Jakarta itu.
Ia menambahkan, LDII sering mengkampanyekan tentang etika dan etiket media sosial. Apa yang harus dikedepankan menghadapi dunia digital dan bagaimana berinteraksi dengan sesama pengguna ruang digital.
“Kami terus berupaya meningkatkan agar etika bersosial media masyarakat Indonesia semakin baik. Sebenarnya berbicara di media sosial itu sama dengan berbicara di panggung umum. Biasanya orang jika naik panggung gemetaran, berbicaranya diatur, dan menggunakan bahasa yang baik dan tertata. Tetapi ketika berbicara di media sosial, mereka lupa bahwa berbicara di panggung yang lebih besar,” tutupnya. (kimJak)